ENERGI BATUBARA, ENERGI MINYAK BUMI, ENERGI GAS, SERTA
GENESA TERBENTUKNYA BATUBARA
- A. Energi Batu bara
Batu bara atau batubara adalah
salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,hidrogen dan oksigen.
Batu bara
juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
Analisis
unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
Pembentukan
batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era
tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta
tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling
produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman
Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung
terus hingga ke Zaman Tersier (70 – 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.
Hampir
seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga
Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda
ini.
Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon
Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda
ini.
Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon
Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika
Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan
tumbuh di iklim hangat.
Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman
Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam
buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis
Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama
batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini.
Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu
bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang
dapat terawetkan.
Penambangan
batu bara adalah
penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan
sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk
membuat coke untuk
pembuatan baja.[1]
Tambang batu
bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.
Berdasarkan
tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu,
batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus,
lignit dan gambut.
Antrasit adalah kelas batu bara
tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung
antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%.
Bituminus mengandung 68 – 86%
unsur karbon (C)
dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak
ditambang di Australia.
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus.
Lignit atau batu bara coklat adalah
batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.
Gambut, berpori dan memiliki kadar air di
atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.
- B. Genesa Terbentuknya Batubara
Proses
perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yakni:
Tahap
Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk.
Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat
oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap
Malihan atau Geokimia, meliputi
proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
Di
Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan
Tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan),
pada umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai
batu bara berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun
yang lalu dan Miosen atau sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang
lalu menurut Skala waktu geologi.
Batu bara
ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang
mirip dengan kondisi kini. Beberapa diantaranya tegolong kubah gambut yang
terbentuk di atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun.
Dengan kata lain, kubah gambut ini terbentuk pada kondisi dimana
mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat masuk ke dalam sistem dan
membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah dan menebal
secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi.
Kedua umur endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran
pantai atau delta, mirip dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini
di daerah timur Sumatera dan sebagian besar Kalimantan.
Endapan ini
terbentuk pada tatanan tektonik ekstensional yang dimulai sekitar Tersier Bawah
atau Paleogen pada cekungan-cekungan sedimen di Sumatera dan Kalimantan.
Ekstensi
berumur Eosen ini terjadi sepanjang tepian Paparan Sunda, dari sebelah barat
Sulawesi, Kalimantan bagian timur, Laut Jawa hingga Sumatera. Dari batuan
sedimen yang pernah ditemukan dapat diketahui bahwa pengendapan berlangsung
mulai terjadi pada Eosen Tengah. Pemekaran Tersier Bawah yang terjadi pada
Paparan Sunda ini ditafsirkan berada pada tatanan busur dalam, yang disebabkan
terutama oleh gerak penunjaman Lempeng Indo-Australia.[3] Lingkungan
pengendapan mula-mula pada saat Paleogen itu non-marin, terutama fluviatil,
kipas aluvial dan endapan danau yang dangkal.
Di
Kalimantan bagian tenggara, pengendapan batu bara terjadi sekitar Eosen Tengah
– Atas namun di Sumatera umurnya lebih muda, yakni Eosen Atas hingga Oligosen
Bawah. Di Sumatera bagian tengah, endapan fluvial yang terjadi pada fase awal
kemudian ditutupi oleh endapan danau (non-marin).[3] Berbeda
dengan yang terjadi di Kalimantan bagian tenggara dimana endapan fluvial
kemudian ditutupi oleh lapisan batu bara yang terjadi pada dataran pantai yang
kemudian ditutupi di atasnya secara transgresif oleh sedimen marin berumur
Eosen Atas.[4]
Endapan batu
bara Eosen yang telah umum dikenal terjadi pada cekungan berikut: Pasir dan
Asam-asam (Kalimantan Selatan dan Timur), Barito (Kalimantan Selatan), Kutai Atas (Kalimantan
Tengah dan Timur), Melawi dan Ketungau (Kalimantan
Barat), Tarakan (Kalimantan Timur), Ombilin (Sumatera
Barat) dan Sumatera Tengah (Riau).
Pada Miosen
Awal, pemekaran regional Tersier Bawah – Tengah pada Paparan Sunda telah
berakhir. Pada Kala Oligosen hingga Awal Miosen ini terjadi transgresi marin
pada kawasan yang luas dimana terendapkan sedimen marin klastik yang tebal dan
perselingan sekuen batugamping. Pengangkatan dan kompresi adalah kenampakan
yang umum pada tektonik Neogen di Kalimantan maupun Sumatera. Endapan batu bara
Miosen yang ekonomis terutama terdapat di Cekungan Kutai bagian bawah
(Kalimantan Timur), Cekungan Barito (Kalimantan Selatan) dan Cekungan Sumatera
bagian selatan. Batu bara Miosen juga secara ekonomis ditambang di Cekungan
Bengkulu.
Batu bara ini
umumnya terdeposisi pada lingkungan fluvial, delta dan dataran pantai yang
mirip dengan daerah pembentukan gambut saat ini di Sumatera bagian timur. Ciri
utama lainnya adalah kadar abu dan belerang yang rendah. Namun kebanyakan
sumberdaya batu bara Miosen ini tergolong sub-bituminus atau lignit sehingga
kurang ekonomis kecuali jika sangat tebal (PT Adaro) atau lokasi geografisnya
menguntungkan. Namun batu bara Miosen di beberapa lokasi juga tergolong kelas
yang tinggi seperti pada Cebakan Pinang dan Prima (PT
KPC), endapan batu bara di sekitar hilir Sungai Mahakam, Kalimantan Timur
dan beberapa lokasi di dekat Tanjungenim, Cekungan Sumatera bagian selatan.
Potensi
sumberdaya batu bara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Kalimantan dan
Pulau Sumatera,
sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batu bara walaupun dalam jumlah
kecil dan belum dapat ditentukan keekonomisannya, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, danSulawesi.
Di
Indonesia, batu bara merupakan bahan bakar utama selain solar (diesel
fuel) yang telah umum digunakan pada banyak industri, dari segi ekonomis
batu bara jauh lebih hemat dibandingkan solar, dengan perbandingan sebagai
berikut: Solar Rp 0,74/kilokalori sedangkan batu bara hanya Rp 0,09/kilokalori,
(berdasarkan harga solar industri Rp. 6.200/liter).
Dari segi
kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi Indonesia.
Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini sebenarnya
cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan.
Sayangnya, Indonesia tidak mungkin membakar habis batu bara dan mengubahnya
menjadi energis listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan melalui
polutan CO2, SO2, NOx dan CxHy cara
ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah tinggi.
Batu bara
sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih bermakna dan efisien jika
dikonversi menjadi migas sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai
ekonomi tinggi. Dua cara yang dipertimbangkan dalam hal ini adalah likuifikasi (pencairan)
dan gasifikasi (penyubliman)
batu bara.
Membakar
batu bara secara langsung (direct burning) telah dikembangkan teknologinya
secara continue, yang bertujuan untuk mencapai efisiensi pembakaran yang
maksimum, cara-cara pembakaran langsung seperti: fixed grate, chain
grate, fluidized bed, pulverized, dan lain-lain,
masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahannya.
Coal
gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas
batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian
gas-gas ini karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), hidrogen (H), metan (CH4),
dan nitrogen (N2)
– dapat digunakan sebagai bahan bakar. hanya menggunakan udara dan uap air
sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi
secara nyata mempunyai tingkat emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.
Tetapi, batu
bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan
nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotoran-kotoran ini akan dilepaskan ke
udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air
(seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam
sulfurik dan nitrit, disebut sebagai “hujan asam” “acid rain”. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran
yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan
membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini
juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap
yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil
setara dengan rambut manusia.
Ada beberapa
cara. Contoh sulfur, sulfur adalah zat kimia kekuningan yang ada sedikit di
batu bara, pada beberapa batu bara yang ditemukan di Ohio, Pennsylvania, West
Virginia dan eastern states lainnya, sulfur terdiri dari 3 sampai 10 %
dari berat batu bara, beberapa batu bara yang ditemukan di Wyoming, Montana dan
negara-negara bagian sebelah barat lainnya sulfur hanya sekitar 1/100ths (lebih
kecil dari 1%) dari berat batu bara. Penting bahwa sebagian besar sulfur ini
dibuang sbelum mencapai cerobong asap.
Satu cara
untuk membersihkan batu bara adalah dengan cara mudah memecah batu bara ke
bongkahan yang lebih kecil dan mencucinya. Beberapa sulfur yang ada sebagai
bintik kecil di batu bara disebut sebagai “pyritic sulfur ” karena ini
dikombinasikan dengan besi menjadi bentuk iron pyrite, selain itu dikenal
sebagai “fool’s gold” dapat dipisahkan dari batu bara. Secara khusus pada proses
satu kali, bongkahan batu bara dimasukkan ke dalam tangki besar yang terisi air
, batu bara mengambang ke permukaan ketika kotoran sulfur tenggelam. Fasilitas
pencucian ini dinamakan “coal preparation plants” yang membersihkan batu bara
dari pengotor-pengotornya.
Tidak semua
sulfur bisa dibersihkan dengan cara ini, bagaimanapun sulfur pada batu bara
adalah secara kimia benar-benar terikat dengan molekul karbonnya, tipe sulfur
ini disebut “organic sulfur,” dan pencucian tak akan menghilangkannya. Beberapa
proses telah dicoba untuk mencampur batu bara dengan bahan kimia yang
membebaskan sulfur pergi dari molekul batu bara, tetapi kebanyakan proses ini
sudah terbukti terlalu mahal, ilmuan masih bekerja untuk mengurangi biaya dari
prose pencucian kimia ini.
Kebanyakan
pembangkit tenaga listrik modern dan semua fasilitas yang dibangun setelah 1978
— telah diwajibkan untuk mempunyai alat khusus yang dipasang untuk membuang
sulfur dari gas hasil pembakaran batu bara sebelum gas ini naik menuju cerobong
asap. Alat ini sebenarnya adalah “flue gas desulfurization units,” tetapi
banyak orang menyebutnya “scrubbers” — karena mereka men-scrub (menggosok)
sulfur keluar dari asap yang dikeluarkan oleh tungku pembakar batu bara.
Nitrogen
secara umum adalah bagian yang besar dari pada udara yang dihirup, pada
kenyataannya 80% dari udara adalah nitrogen, secara normal atom-atom nitrogen
mengambang terikat satu sama lainnya seperti pasangan kimia, tetapi ketika
udara dipanaskan seperti pada nyala api boiler (3000 F=1648 C), atom nitrogen
ini terpecah dan terikat dengan oksigen, bentuk ini sebagai nitrogen oksida
atau kadang kala itu disebut sebagai NOx. NOx juga dapat dibentuk dari atom
nitrogen yang terjebak di dalam batu bara.
Di udara,
NOx adalah polutan yang dapat menyebabkan kabut coklat yang kabur yang kadang
kala terlihat di seputar kota besar, juga sebagai polusi yang membentuk “acid
rain” (hujan asam), dan dapat membantu terbentuknya sesuatu yang disebut
“ground level ozone”, tipe lain dari pada polusi yang dapat membuat kotornya
udara.
Salah satu
cara terbaik untuk mengurangi NOx adalah menghindari dari bentukan asalnya,
beberapa cara telah ditemukan untuk membakar batubara di pemabakar dimana ada
lebih banyak bahan bakar dari pada udara di ruang pembakaran yang terpanas. Di
bawah kondisi ini kebanyakan oksigen terkombinasikan dengan bahan bakar
daripada dengan nitrogen. Campuran pembakaran kemudian dikirim ke ruang
pembakaran yang kedua dimana terdapat proses yang mirip berulang-ulang sampai
semua bahan bakar habis terbakar. Konsep ini disebut “staged combustion” karena
batu bara dibakar secara bertahap. Kadang disebut juga sebagai “low-NOx
burners” dan telah dikembangkan sehingga dapat mengurangi kangdungan Nox yang
terlepas di uadara lebih dari separuh. Ada juga teknologi baru yang bekerja
seperti “scubbers” yang membersihkan NOX dari flue gases (asap) dari boiler
batu bara. Beberapa dari alat ini menggunakan bahan kimia khusus yang disebut
katalis yang mengurai bagian NOx menjadi gas yang tidak berpolusi, walaupun alat
ini lebih mahal dari “low-NOx burners,” namun dapat menekan lebih dari 90%
polusi Nox.
Pada tahun
1996 diestimasikan terdapat sekitar satu exagram (1 × 1015 kg
atau 1 trilyun ton) total batu bara yang dapat ditambang menggunakan teknologi
tambang saat ini, diperkirakan setengahnya merupakan batu bara keras. Nilai
energi dari semua batu bara dunia adalah 290 zettajoules.[5] Dengan
konsumsi global saat ini adalah 15 terawatt, terdapat cukup batu bara
untuk menyediakan energi bagi seluruh dunia untuk 600 tahun.
British
Petroleum, pada Laporan Tahunan 2006, memperkirakan
pada akhir 2005, terdapat 909.064 juta ton cadangan batu bara dunia yang
terbukti (9,236 × 1014 kg), atau cukup
untuk 155 tahun (cadangan ke rasio produksi). Angka ini hanya cadangan yang
diklasifikasikan terbukti, program bor eksplorasi oleh perusahaan tambang,
terutama sekali daerah yang di bawah eksplorasi, terus memberikan cadangan
baru.
Departemen
Energi Amerika Serikat memperkirakan cadangan batu bara di Amerika
Serikat sekitar 1.081.279 juta ton (9,81 × 1014 kg),
yang setara dengan 4.786 BBOE (billion barrels of oil
equivalent).
- C. Minyak bumi
Minyak Bumi
(bahasa
Inggris: petroleum, dari bahasa
Latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga
sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna coklat gelap, atau
kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area
di kerak bumi. Minyak Bumi
terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon,
sebagian besar seri alkana,
tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya. Minyak Bumi
diambil dari sumur minyak di pertambangan-pertambangan minyak.
Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses studi geologi,
analisis sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi
lainnya.[1][2]
Setelah itu, minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan
dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik
didihnya sehingga menghasilkan berbagai macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak
tanah sampai aspal
dan berbagai reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan
obat-obatan.[3]
Minyak Bumi digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang
dibutuhkan manusia.[4]
Jika dilihat
kasar, minyak Bumi hanya berisi minyak mentah saja, tapi dalam penggunaan
sehari-hari ternyata juga digunakan dalam bentuk hidrokarbon padat, cair, dan
gas lainnya. Pada kondisi temperatur dan tekanan standar,
hidrokarbon yang ringan seperti metana, etana, propana, dan butana berbentuk gas yang mendidih pada -161.6 °C, -88.6 °C,
-42 °C, dan -0.5 °C, berturut-turut (-258.9°, -127.5°, -43.6°, dan
+31.1° F), sedangkan karbon yang lebih tinggi, mulai dari pentana ke atas
berbentuk padatan atau cairan. Meskipun begitu, di sumber minyak di bawah
tanah, proporsi gas, cairan, dan padatan tergantung dari kondisi permukaan dan diagram
fase dari campuran minyak Bumi tersebut.[5]
Sumur
minyak sebagian besar menghasilkan minyak mentah, dan terkadang ada juga
kandungan gas alam di dalamnya. Karena tekanan di permukaan Bumi lebih rendah
daripada di bawah tanah, beberapa gas akan keluar dalam bentuk campuran. Sumur gas
sebagian besar menghasilkan gas. Tapi, karena suhu dan tekanan di bawah tanah
lebih besar daripada suhu di permukaan, maka gas yang keluar kadang-kadang juga
mengandung hidrokarbon yang lebih besar, seperti pentana, heksana, dan heptana dalam
wujud gas. Di permukaan, maka gas ini akan mengkondensasi sehingga berbentuk kondensat gas alam.
Bentuk fisik kondensat ini mirip dengan bensin.
Persentase
hidrokarbon ringan di dalam minyak mentah sangat bervariasi tergantung dari ladang
minyak, kandungan maksimalnya bisa sampai 97% dari berat kotor dan paling
minimal adalah 50%.
Jenis
hidrokarbon yang terdapat pada minyak Bumi sebagian besar terdiri dari alkana, sikloalkana,
dan berbagai macam jenis hidrokarbon aromatik, ditambah dengan sebagian
kecil elemen-elemen lainnya seperti nitrogen, oksigen dan sulfur, ditambah
beberapa jenis logam seperti besi, nikel,
tembaga, dan vanadium.
Jumlah komposisi molekul sangatlah beragam dari minyak yang satu ke minyak yang
lain tapi persentase proporsi dari elemen
kimianya dapat dilihat di bawah ini:[6]
Komposisi
elemen berdasarkan berat
|
|
Elemen
|
Rentang
persentase
|
Karbon
|
83 sampai
87%
|
Hidrogen
|
10 sampai
14%
|
Nitrogen
|
0.1 sampai
2%
|
Oksigen
|
0.05
sampai 1.5%
|
Sulfur
|
0.05
sampai 6.0%
|
Logam
|
< 0.1%
|
Ada 4 macam
molekul hidrokarbon yang ada dalam minyak mentah. Persentase relatif setiap
molekul berbeda-beda tiap lokasi minyaknya, sehingga menggambarkan ciri-ciri
dari setiap minyak.[5]
Komposisi
molekul berdasarkan berat
|
||
Hidrokarbon
|
Rata-rata
|
Rentang
|
30%
|
15 sampai
60%
|
|
49%
|
30 sampai
60%
|
|
15%
|
3 sampai
30%
|
|
6%
|
sisa-sisa
|
Penampakan
fisik dari minyak Bumi sangatlah beragam tergantung dari komposisinya. Minyak
Bumi biasanya berwarna hitam atau coklat gelap (meskipun warnanya juga bisa
kekuningan, kemerahan, atau bahkan kehijauan). Pada sumur minyak biasanya
ditemukan juga gas
alam yang mempunyai massa jenis lebih ringan daripada minyak Bumi, sehingga
biasanya keluar terlebih dahulu dibandingkan minyak. Dalam campuran itu,
terdapat juga air
asin, yang massa jenisnya lebih rendah sehingga berada di lapisan di bawah
minyak. Minyak mentah juga dapat ditemukan dengan campuran dengan pasir dan
minyak, seperti pada pasir minyak Athabasca
di Kanada, yang
biasanya merujuk pada bitumen mentah. Bitumen yang
terdapat di Kanada memiliki karakteristik lengket, berwarna hitam, bentuknya
seperti minyak mentah dalam wujud tar, sehingga sangat lengket dan berat dan
harus dipanaskan terlebih dahulu agar larut dan bisa dialirkan.[8]
Venezuela juga mempunyai cadangan minyak dalam jumlah besar di pasir minyak Orinoco,
meskipun jumlah hidrokarbon yang terkandung lebih cair daripada di Kanada.
Jenis minyak ini disebut dengan minyak ekstra berat.
Minyak yang terdapat dalam pasir minyak ini disebut dengan minyak tak
konvensional untuk membedakannya dari minyak yang dapat diekstrak dengan
metode tradisional biasa. Kanada dan Venezuela diperkirakan mempunyai 3,6
triliun barel (570×109 m3) bitumen dan minyak
ekstra-berat ini, sekitar dua kali dari volume cadangan minyak konvensional
dunia.[9]
Minyak Bumi
sebagian besar digunakan untuk memproduksi bensin dan minyak
bakar, keduanya merupakan sumber “energi primer“
utama.[10]
84% dari volume hidrokarbon yang terkandung dalam minyak Bumi diubah menjadi
bahan bakar, yang di dalamnya termasuk dengan bensin, diesel, bahan bakar jet,
dan elpiji.[11]
Minyak Bumi yang tingkatannya lebih ringan akan menghasilkan minyak dengan
kualitas terbaik, tapi karena cadangan minyak ringan dan menengah semakin hari
semakin sedikit, maka tempat-tempat pengolahan minyak
sekarang ini semakin meningkatkan pemrosesan minyak berat dan bitumen, diikuti
dengan metode yang makin kompleks dan mahal untuk memproduksi minyak. Karena
minyak Bumi tyang tingkatannya berat mengandung karbon terlalu banyak dan
hidrogen terlalu sedikit, maka proses yang biasanya dipakai adalah mengurangi
karbon atau menambahkan hidrogen ke dalam molekulnya. Untuk mengubah molekul
yang panjang dan kompleks menjadi molekul yang lebih kecil dan sederhana,
digunakan proses fluid catalytic
cracking.
Karena
mempunyai kepadatan energi yang
tinggi, pengangkutan yang mudah, dan cadangan yang banyak, minyak Bumi telah
menjadi sumber energi paling utama di dunia sejak pertengahan tahun 1950-an.
Minyak Bumi juga digunakan sebagai bahan mentah dari banyak produk-produk kimia, farmasi, pelarut, pupuk, pestisida,
dan plastik;
dan sisa 16% lainnya yang tidak digunakan untuk produksi energi diubah menjadi
material lainnya.
Cadangan
minyak yang diketahui saat ini berkisar 190 km3 (1,2 triliun barrel)
tanpa pasir minyak,[12]
atau 595 km3 (3,74 triliun barrel) jika pasir minyak ikut
dihitung.[13]
Konsumsi minyak Bumi saat ini berkisar 84 juta barrel (13,4×106 m3)
per harinya, atau 4.9 km3 per tahunnya. Dengan cadangan minyak
yang ada sekarang, minyak Bumi masih bisa dipakai sampai 120 tahun lagi, jika
konsumsi dunia diasumsikan tidak bertambah.
Beberapa
ilmuwan menyatakan bahwa minyak adalah zat abiotik, yang berarti zat ini tidak
berasal dari fosil tetapi berasal dari zat anorganik yang dihasilkan secara
alami dalam perut Bumi. Namun, pandangan ini diragukan dalam lingkungan ilmiah.
Oktana, hidrokarbon
yang ditemukan pada bensin. Garis-garis melambangkan ikatan
tunggal, bola hitam melambangkan karbon, sedangkan
bola putih melambangkan hidrogen.
Minyak Bumi
merupakan campuran dari berbagai macam hidrokarbon,
jenis molekul yang paling sering ditemukan adalah alkana (baik yang
rantai lurus maupun bercabang), sikloalkana,
hidrokarbon aromatik, atau senyawa kompleks
seperti aspaltena. Setiap minyak Bumi
mempunyai keunikan molekulnya masing-masing, yang diketahui dari bentuk fisik
dan ciri-ciri kimia, warna, dan viskositas.
Alkana, juga disebut dengan parafin,
adalah hidrokarbon tersaturasi dengan rantai lurus atau bercabang yang
molekulnya hanya mengandung unsur karbon dan hidrogen dengan rumus umum CnH2n+2.
Pada umumnya minyak Bumi mengandung 5 sampai 40 atom karbon per molekulnya,
meskipun molekul dengan jumlah karbon lebih sedikit/lebih banyak juga mungkin
ada di dalam campuran tersebut.
Alkana dari pentana (C5H12)
sampai oktana (C8H18)
akan disuling menjadi bensin, sedangkan alkana jenis nonana (C9H20)
sampai heksadekana
(C16H34) akan disuling menjadi diesel, kerosene dan bahan
bakar jet). Alkana dengan atom karbon 16 atau lebih akan disuling menjadi
oli/pelumas. Alkana dengan jumlah atom karbon lebih besar lagi, misalnya parafin wax mempunyai 25 atom
karbon, dan aspal
mempunyai atom karbon lebih dari 35. Alkana dengan jumlah atom karbon 1 sampai
4 akan berbentuk gas dalam suhu ruangan, dan dijual sebagai elpiji (LPG). Di
musim dingin, butana (C4H10), digunakan sebagai bahan
campuran pada bensin, karena tekanan uap butana yang tinggi akan membantu mesin
menyala pada musim dingin. Penggunaan alkana yang lain adalah sebagai pemantik
rokok. Di beberapa negara, propana (C3H8) dapat dicairkan
dibawah tekanan sedang, dan digunakan masyarakat sebagai bahan bakar
transportasi maupun memasak.
Sikloalkana, juga dikenal dengan nama naptena,
adalah hidrokarbon tersaturasi yang mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap
pada karbonnya, dengan rumus umum CnH2n. Sikloalkana
memiliki ciri-ciri yang mirip dengan alkana tapi memiliki titik didih yang
lebih tinggi.
Hidrokarbon
aromatik adalah
hidrokarbon tidak tersaturasi
yang memiliki satu atau lebih cincin planar karbon-6 yang disebut cincin benzena, dimana atom
hidrogen akan berikatan dengan atom karbon dengan rumus umum CnHn.
Hidrokarbon seperti ini jika dibakar maka akan menimbulkan asap hitam pekat.
Beberapa bersifat karsinogenik.
Semua jenis
molekul yang berbeda-beda di atas dipisahkan dengan distilasi fraksional
di tempat pengilangan minyak untuk menghasilkan bensin, bahan bakar jet,
kerosin, dan hidrokarbon lainnya. Contohnya adalah 2,2,4-Trimetilpentana (isooktana), dipakai
sebagai campuran utama dalam bensin, mempunyai rumus kimia C8H18 dan
bereaksi dengan oksigen secara eksotermik:[14]
2 C8H18(l)
+ 25 O2(g) → 16 CO2(g) +
18 H2O(g) + 10.86 MJ/mol (oktana)
Jumlah dari
masing-masing molekul pada minyak Bumi dapat diteliti di laboratorium.
Molekul-molekul ini biasanya akan diekstrak di sebuah pelarut, kemudian
akan dipisahkan di kromatografi gas, dan
kemudian bisa dideteksi dengan detektor yang cocok. [15]
Pembakaran
yang tidak sempurna dari minyak Bumi atau produk hasil olahannya akan
menyebabkan produk sampingan yang beracun. Misalnya, terlalu sedikit oksigen
yang bercampur maka akan menghasilkan karbon
monoksida. Karena suhu dan tekanan yang tinggi di dalam mesin kendaraan,
maka gas buang yang dihasilkan oleh mesin biasanya juga mengandung molekul nitrogen oksida yang dapat
menimbulkan asbut.
Pada volume
yang konstan maka panas pembakaran dari produk minyak Bumi dapat diperkirakan
dengan rumus:
.
dengan dalam
kal/gram dan d adalah gravitasi khusus pada suhu 60 °F (16 °C).
Konduktivitas
termal dari cairan-cairan yang berasal dari minyak Bumi dapat dirumuskan
sebagai berikut:
0.547
Satuan K
adalah BTU hr−1ft−2 , t diukur dalam °F dan d adalah
gravitasi khusus pada suhu 60 °F (16 °C).
Industri minyak bumi
pada umumnya mengklasifikasi minyak mentah berdasarkan lokasi geografis dimana
minyak tersebut diproduksi (misalnya West Texas
Intermediate, Brent, atau Oman), Gravitasi API (sebuah ukuran
pada industri minyak mentah untuk mengklasifikasi minyak berdasarkan massa
jenisnya, dan kandungan sulfurnya. Minyak bumi digolongkan ringan apabila
massa jenisnya kecil dan berat apabila
massa jenisnya besar. Minyak bumi juga digolongkan manis apabila
kandungan sulfurnya sedikit dan digolongkan asam apabila
kandunga sulfurnya tinggi.
Lokasi
geografis merupakan seseatu hal yang penting karena akan mempengaruhi ongkos
transportasi menuju tempat pengilangan. Minyak mentah ringan lebih
disukai daripada yang berat karena menghasilkan bensin lebih banyak,
sedangkan minyak mentah manis juga lebih disukai daripada yang asam
karena ongkos pengilangan minyak asam lebih besar (karena kadar sulfur
yang tinggi) dan minyak manis lebih ramah lingkungan. Setiap minyak
mentah mempunyai karakteristik molekulnya sendiri yang dapat dianalisis
menggunakan analisis uji minyak mentah
di laboratorium.
Struktur
kimia dari minya Bumi sangatlah heterogen, terdiri dari banyak rantai hidrokarbon
dengan panjang yang berbeda-beda. Maka dari itu, minyak Bumi dibawa ke tempat pengilangan minyak
sehingga senyawa-senyawa hidrokarbon ini bisa dipisahkan dengan teknik distilasi dan
proses kimia lainnya. Hasil penyulingan minyak inilah yang digunakan manusia
untuk berbagai macam kebutuhan.
Jenis produk
paling umum dari penyulingan minyak
Bumi adalah bahan bakar. Jenis-jenis bahan bakar itu antara lain
(dilihat dari titik didihnya):
Hasil
penyulingan minyak Bumi
|
|
Nama bahan
bakar
|
Titik
didih oC
|
Elpiji (LPG)
|
-40
|
-12 sampai
-1
|
|
-1 sampai
180
|
|
150 sampai
205
|
|
205 sampai
260
|
|
205 sampai
290
|
|
260 sampai
315
|
Beberapa
produk hasil olahan hidrokarbon dapat dicampur dengan senyawa non-hidrokarbon
untuk membentuk senyawa lainnya:
Wax, digunakan dalam pengepakan makanan beku.
Sulfur atau Asam sulfat.
Merupakan senyawa penting dalam industri.
Tar.
Kokas minyak Bumi,
digunakan sebagai bahan bakar padat.
Petrokimia aromatik,
digunakan sebagai campuran pada produksi bahan-bahan kimia lainnya.
Di Indonesia,
minyak Bumi yang diolah banyak digunakan sebagai Bahan bakar minyak atau BBM,
yang merupakan salah satu jenis bahan bakar
yang digunakan secara luas di era industrialisasi.
Di
Indonesia, harga BBM sering mengalami kenaikan disebabkan alasan pemerintah
yang ingin mengurangi subsidi. Tujuan dari pengurangan tersebut dikatakan adalah
agar dana yang sebelumnya digunakan untuk subsidi dapat dialihkan untuk hal-hal
lain seperti pendidikan dan pembangunan infrastruktur.
Di sisi lain, kenaikan tersebut sering memicu terjadinya kenaikan pada harga
barang-barang lainnya seperti barang konsumen, sembako dan bisa
juga tarif listrik
sehingga selalu ditentang masyarakat.
Minyak Bumi
telah digunakan oleh manusia sejak zaman kuno, dan sampai saat ini masih
merupakan komoditas yang penting. Minyak Bumi menjadi bahan bakar utama setelah
ditemukannya mesin pembakaran dalam, semakin majunya penerbangan komersial, dan meningkatnya
penggunaan plastik.
Lebih dari
4000 tahun yang lalu, menurut Herodotus dan Diodorus
Siculus, aspal
telah digunakan sebagai konstruksi dari tembok dan menara Babylon; ada
banyak lubang-lubang minyak di dekat Ardericca (dekat Babylon).
Jumlah minyak yang besar ditemukan di tepi Sungai Issus, salah satu anak
sungai dari Sungai Eufrat. Tablet-tablet dari Kerajaan
Persia Kuno menunjukkan bahwa kebutuhan obat-obatan dan penerangan untuk
kalangan menengah-atas menggunakan minyak Bumi. Pada tahun 347, minyak
diproduksi daqri sumur yang digali dengan bambu di China.[18]
Pada tahun
1850-an, Ignacy Łukasiewicz
menemukan bagaimana proses untuk mendistilasi minyak
tanah dari minyak Bumi, sehingga memberikan alternatif yang lebih murah
daripada harus menggunakan minyak paus. Maka, dengan segera, pemakaian minyak Bumi
untuk keperluan penerangan melonjak drastis di Amerika Utara. Sumur minyak
komersial pertama di dunia yang digali terletak di Polandia pada
tahun 1853. Pengeboran minyak kemudian berkembang sangat cepat di banyak
belahan dunia lainnya, terutama saat Kerajaan Rusia berkuasa. Perusahaan Branobel yang
berpusat di Azerbaijan
menguasai produksi minyak dunia pada akhir abad ke-19.
Hal-hal yang
termasuk di dalam industri minyak mentah adalah proses eksplorasi, ekstraksi, pengilangan, dan transportasi
(yang biasanya diangkut dengan kapal tanker dan jalur pipa).
Volume terbesar dari industri ini adalah bahan bakar minyak dan bensin. Minyak Bumi
juga merupakan bahan bakar utama dalam pembuatan produk kimia
lainnya, termasuk obat-obatan, pelarut, pupuk, pestisida, dan plastik. Industri
ini biasanya terbagi menjadi 3 komponen besar: upstream, midstream dan downstream.
Minyak Bumi
merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi banyak industri, dan
sangat penting untuk menjaga peradaban manusia di jaman industrialisasi ini, sehingga
minyak Bumi ini menjadi perhatian serius bagi banyak pemerintahan di banyak
negara. Saat ini minyak Bumi masih menjadi sumber energi terbesar di banyak
kawasan di dunia, dengan persentase bervariasi mulai dari yang terendah 32% di Eropa dan Asia, sampai yang
paling tertinggi di Timur Tengah, yaitu mencapai 53%. Di kawasan lainnya,
persentase pemakaian minyak Bumi sebagai sumber energi untuk Amerika Selatan
dan Tengah mencapai 44%, Afrika 41%, dan Amerika
Utara 40%. Saat ini dunia mengkonsumsi 30 juta barrel (4.8 km³) minyak
per tahunnya, dan pengkonsumsi minyak terbesar tetaplah negara-negara maju.
Menurut data, Amerika Serikat saja mengkonsumsi 24% konsumsi minyak dunia pada
tahun 2004, meskipun pada tahun 2007 persentasenya turun menjadi 21%.
Karena
minyak Bumi adalah substansi yang berasal dari alam, maka kehadirannya di
lingkungan tidak perlu berasal dari aktivitas rutin atau kesalahan manusia
(Misalnya dari pengeboran, ekstraksi, pengilangan, dan pembakaran). Fenomena
alam seperti perembesan minyak dan tar pit adalah bukti bahwa minyak
Bumi bisa ada secara natural.
Ketika
dibakar, maka minyak Bumi akan menghasilkan karbon dioksida, salah satu gas
rumah kaca. Bersamaan dengan pembakaran batu bara,
pembakaran minyak Bumi adalah penyumbang bertambahnya CO2 di
atmosfer. Jumlah CO2 ini meningkat dengan cepat di udara semenjak
adanya revolusi industri, sehingga saat ini levelnya
mencapai lebih dari 380ppmv, dari sebelumnya yang hanya 180-300ppmv, sehingga
muncullah pemanasan global.
Ekstraksi
minyak adalah proses pemindahan minyak dari sumur minyak. Minyak Bumi biasanya
diangkat ke Bumi dalam bentuk emulsi minyak-air, dan digunakan senyawa kimia
khusus yang namanya demulsifier untuk memisahkan
air dan minyaknya. Ekstraksi minyak ongkosnya mahal dan terkadang merusak
lingkungan. Eksplorasi dan ekstraksi minyak lepas pantai akan mengganggu
keseimbangan lingkungan di lautan.
Konsumsi
minyak Bumi pada abad ke-20 dan abad ke-21 bertambah seiring dengan tumbuhnya
penjualan kendaraan. Penjualan mobil ramah lingkungan pun meningkat semenjak
harga minyak yang merangkak naik pada tahun 1980-an di negara-negara OECD. Pada tahun 2008,
adanya krisis ekonomi agaknya sedikit memukul penjualan kendaraan, tapi
konsumsi minyak Bumi tetap meningkat tipis. Neagra-negara BRIC agaknya juga mulai
menyumbang pemanasan global, seperti China yang sudah menjadi pasar mobil
terbesar di dunia sejak tahun 2009.
- D. Gas alam
Gas alam sering juga disebut
sebagai gas Bumi atau gas rawa, adalah bahan
bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana CH4).
Ia dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas Bumi dan
juga tambang batu bara. Ketika gas yang kaya dengan metana diproduksi
melalui pembusukan oleh bakteri
anaerobik dari bahan-bahan organik selain dari fosil, maka ia
disebut biogas.
Sumber biogas dapat ditemukan di rawa-rawa, tempat
pembuangan akhir sampah, serta penampungan kotoran manusia dan hewan.
Komponen
utama dalam gas alam adalah metana (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon rantai
terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon
yang lebih berat seperti etana (C2H6), propana (C3H8)
dan butana (C4H10),
selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas
alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.
Metana
adalah gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan
global ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai
polutan ketimbang sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di
atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon
dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas
ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari
makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian
(diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara
berturut-turut).
Komponen
|
%
|
Metana (CH4)
|
80-95
|
Etana (C2H6)
|
5-15
|
Propana (C3H8)
and Butana (C4H10)
|
< 5
|
Nitrogen,
helium, karbon dioksida (CO2), hidrogen
sulfida (H2S), dan air dapat juga terkandung di dalam gas
alam. Merkuri dapat
juga terkandung dalam jumlah kecil. Komposisi gas alam bervariasi sesuai dengan
sumber ladang gasnya.
Campuran organosulfur dan
hidrogen sulfida adalah kontaminan (pengotor) utama dari gas yang harus
dipisahkan . Gas dengan jumlah pengotor sulfur yang signifikan dinamakan sour
gas dan sering disebut juga sebagai “acid gas (gas asam)”. Gas alam yang telah
diproses dan akan dijual bersifat tidak berasa dan tidak berbau. Akan tetapi,
sebelum gas tersebut didistribusikan ke pengguna akhir, biasanya gas tersebut
diberi bau dengan menambahkan thiol, agar dapat terdeteksi bila
terjadi kebocoran gas. Gas alam yang telah diproses itu sendiri sebenarnya
tidak berbahaya, akan tetapi gas alam tanpa proses dapat menyebabkan
tercekiknya pernapasan karena ia dapat mengurangi kandungan oksigen di udara
pada level yang dapat membahayakan.
Gas alam
dapat berbahaya karena sifatnya yang sangat mudah terbakar dan menimbulkan
ledakan. Gas alam lebih ringan dari udara, sehingga cenderung mudah tersebar di
atmosfer. Akan tetapi bila ia berada dalam ruang tertutup, seperti dalam rumah,
konsentrasi gas dapat mencapai titik campuran yang mudah meledak, yang jika
tersulut api, dapat menyebabkan ledakan yang dapat menghancurkan bangunan.
Kandungan metana yang berbahaya di udara adalah antara 5% hingga 15%.
Ledakan
untuk gas alam terkompresi di kendaraan,
umumnya tidak mengkhawatirkan karena sifatnya yang lebih ringan, dan
konsentrasi yang di luar rentang 5 – 15% yang dapat menimbulkan ledakan.
Pembakaran
satu meter kubik gas alam komersial menghasilkan 38 MJ (10.6 kWh).
Metode
penyimpanan gas alam dilakukan dengan “Natural Gas Underground Storage”, yakni
suatu ruangan raksasa di bawah tanah yang lazim disebut sebagai “salt dome”
yakni kubah-kubah di bawah tanah yang terjadi dari reservoir sumber-sumber gas
alam yang telah depleted. Hal ini sangat tepat untuk negeri 4 musim. Pada musim
panas saat pemakaian gas untuk pemanas jauh berkurang (low demand), gas alam
diinjeksikan melalui kompresor-kompresor gas kedalam kubah di dalam tanah
tersebut. Pada musim dingin, dimana terjadi kebutuhan yang sangat signifikan,
gas alam yang disimpan di dalam kubah bawah tanah dikeluarkan untuk disalurkan
kepada konsumen yang membutuhkan. Bagi perusahaan (operator) penyedia gas alam,
cara ini sangat membantu untuk menjaga stabilitas operasional pasokan gas alam
melalui jaringan pipa gas alam.
Pada
dasarnya sistem transportasi gas alam meliputi :
Transportasi
melalui pipa salur.
Transportasi
dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG) dengan kapal tanker LNG untuk
pengangkutan jarak jauh.
Transportasi
dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG), baik di daratan dengan road tanker
maupun dengan kapal tanker CNG di laut, untuk jarak dekat dan menengah (antar
pulau).
Di
Indonesia, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Hilir Migas) telah menyusun Master
Plan “Sistem Jaringan Induk Transmisi Gas Nasional Terpadu”. Dalam waktu yang
tidak lama lagi sistem jaringan pipa gas alam akan membentang sambung menyambung
dari Nang roe Aceh Darussalam-Sumatera Utara-Sumatera Tengah-Sumatera
Selatan-Jawa-Sulawesi dan Kalimantan. Saat ini jaringan pipa gas di Indonesia
dimiliki oleh PERTAMINA dan PGN dan masih terlokalisir terpisah-pisah pada
daerah-daerah tertentu, misalnya di Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera
Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Kalimantan Timur.
Carrier LNG dapat digunakan
untuk mentransportasi gas alam cair (liquefied natural gas, LNG)
menyebrangi samudra, sedangkan truk tangki dapat
membawa gasa alam cair atau gas alam terkompresi (compressed natural
gas, CNG) dalam jarak dekat. Mereka dapat mentransportasi gas alam secara langsung
ke pengguna-akhir atau ke titik distribusi, seperti jalur pipa untuk
transportasi lebih lanjut. Hal ini masih membutuhkan biaya yang besar untuk
fasilitas tambahan untuk pencairan gas atau kompresi di titik
produksi, dan penggasan atau dekompresi
di titik pengguna-akhir atau ke jalur pipa.
Secara garis
besar pemanfaatan gas alam dibagi atas 3 kelompok yaitu :
Gas alam
sebagai bahan bakar, antara lain sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga
Gas/Uap, bahan bakar industri ringan, menengah dan berat, bahan bakar kendaraan
bermotor (BBG/NGV), sebagai gas kota untuk kebutuhan rumah tangga hotel,
restoran dan sebagainya.
Gas alam
sebagai bahan baku, antara lain bahan baku pabrik pupuk, petrokimia, metanol,
bahan baku plastik (LDPE = low density polyethylene, LLDPE = linear low density
polyethylene, HDPE = high density polyethylen, PE= poly ethylene, PVC=poly
vinyl chloride, C3 dan C4-nya untuk LPG, CO2-nya untuk soft drink, dry ice
pengawet makanan, hujan buatan, industri besi tuang, pengelasan dan bahan
pemadam api ringan.
Gas alam
sebagai komoditas energi untuk ekspor, yakni Liquefied Natural Gas (LNG.
Teknologi
mutakhir juga telah dapat memanfaatkan gas alam untuk air conditioner
(AC=penyejuk udara), seperti yang digunakan di bandara Bangkok, Thailand dan
beberapa bangunan gedung perguruan tinggi di Australia.
Pemanfaatan
gas alam di Indonesia dimulai pada tahun 1960-an dimana produksi gas alam dari
ladang gas alam PT Stanvac Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan dikirim
melalui pipa gas ke pabrik pupuk Pusri IA, PT Pupuk Sriwidjaja di Palembang.
Perkembangan pemanfaatan gas alam di Indonesia meningkat pesat sejak tahun
1974, dimana PERTAMINA mulai memasok gas alam melalui pipa gas dari ladang gas
alam di Prabumulih, Sumatera Selatan ke pabrik pupuk Pusri II, Pusri III dan
Pusri IV di Palembang. Karena sudah terlalu tua dan tidak efisien, pada tahun
1993 Pusri IA ditutup,dan digantikan oleh Pusri IB yang dibangun oleh
putera-puteri bangsa Indonesia sendiri. Pada masa itu Pusri IB merupakan pabrik
pupuk paling modern di kawasan Asia, karena menggunakan teknologi tinggi. Di
Jawa Barat, pada waktu yang bersamaan, 1974, PERTAMINA juga memasok gas alam
melalui pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai (off shore) laut Jawa dan
kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk dan industri menengah dan berat di kawasan
Jawa Barat dan Cilegon Banten. Pipa gas alam yang membentang dari kawasan
Cirebon menuju Cilegon, Banten memasok gas alam antara lain ke pabrik semen,
pabrik pupuk, pabrik keramik, pabrik baja dan pembangkit listrik tenaga gas dan
uap.
Selain untuk
kebutuhan dalam negeri, gas alam di Indonesia juga di ekspor dalam bentuk LNG
(Liquefied Natural Gas)
Salah satu
daerah penghasil gas alam terbesar di Indonesia adalah Nanggröe Aceh Darussalam. Sumber gas alam
yang terdapat di daerah Kota
Lhokseumawe dikelola oleh PT Arun NGL Company.
Gas alam telah diproduksikan sejak tahun 1979 dan diekspor ke Jepang dan Korea
Selatan. Selain itu di Krueng Geukuh, Nanggröe Aceh Barôh (kabupaten Aceh
Utara) juga terdapatPT Pupuk Iskandar Muda pabrik
pupuk urea,
dengan bahan baku dari gas alam.
- E. Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara
(Online, diakses pada 14 Oktober 2012 pukul
15.00 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_alam
(Online, diakses pada 14 Oktober 2012 pukul
15.10 WIB)
http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_bumi
(Online, diakses pada 14 Oktober 2012 pukul
15.07 WIB)